Sabtu, 17 Mei 2014

KEMOTERAPI KARSINOMA NASOFARING



1.        Defenisi Kemoterapi
            Kemoterapi adalah segolongan obat yang dapat menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker.1
Obat-obat anti kanker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun.1
2.        Tujuan Kemoterapi
Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi ini.1 
      Untuk keperluan pemberian kemoterapi , kanker dibagi menjadi 2 jenis yaitu :2
1.      Kanker Hemopoitik dan limfopoitik
Kanker hemopoitik dan limfopoitik umumnya merupakan kanker sistemik. Termasuk dalam jenis kanker ini adalah kanker darah (leukemia), limfoma maligna dan sumsum tulang (myeloma). Terapi utama kenker hematologi adalah kemoterapi, sedangkan operasi dan radioterapi sebagai adjuvan.
2.      Kanker padat (solid)
Kanker padat bisa  lokal, bisa menyebar ke regional dan atau sistemik ke organ-organ lain. Dalam kanker jenis ini termasuk kanker diluar hematologi. Terapi utama kanker ini adalah operasi dan atau radioterapi, sedangkan kemoterapi baru diberikan pada stadium lanjut sebagai adjuvan.

                             
Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari Food And Drug Administration (Amerika) untuk  digunakan sebagai terapi keganasan didaerah kepala dan leher yaitu Cisplatin, Carboplatin, Methotrexate, 5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea, Doxorubicin, Cyclophosphamide, Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan Paclitaxel. Akhir-akhir ini dilaporkan penggunaan Gemcitabine untuk keganasan didaerah kepala dan leher.2
           
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1991, dibagi atas 3 tipe:3
WHO 1 : karsinoma sel skuamosa, berkeratin di dalam maupun di luar sel.
    sel-sel kanker  berdiferensiasi baik sampai sedang.
WHO 2 : termasuk adalah karsinoma non keratin
   sel- sel kanker  berdiferensiasi baik sampai sedang.
WHO 3: karsinoma berdeferensiasi jelek, dengan gambaran sel kanker paling  heterogen. Karsinoma anaplastik, clear cell carsinoma dan variasi sel spindel.
Kemoterapi lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I dan sebagian WHO II yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma nasofaring WHO III memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO I yang memiliki prognosis paling buruk.4
Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan (division) antara sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle) merupakan titik tolak dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat. 5
Berdasarkan siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus (Cell Cycle non Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan dalam keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus pertumbuhan tertentu ( Cell Cycle phase spesific ).5
Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel disebut cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat pembelahan sel pada semua fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific antara lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase S, M).5
Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila  resisten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda.5

Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya bekerja dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk sintesis dan atau fungsi asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat, zat yang berguna pada tumor kepala leher dibagi sebagai berikut :5
1. Antimetabolit,  Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai contoh Metotreksate, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk sintesis timidin.
2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti CTX (Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat produksi mRNA.
3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine, menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.
Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :1,6
  1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului pembedahan dan radiasi.
  2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi pada kasus karsinoma stadium lanjut.
  3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan pasca pembedahan dan atau radiasi
  4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi (leukemia dan limfoma).
   Menurut prioritas indikasinya terapi kanker dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna. 4
   Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :2
-          kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif
-          kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.
-          pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan metastasis jauh).
   Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher dibagi menjadi :2
1. neoadjuvant atau induction chemotherapy
2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy
3. post definitive chemotherapy.
 
   Kemoterapi yang diberikan secara bersamaan dengan radioterapi (concurrent or concomitant chemoradiotherapy ) dimaksud untuk mempertinggi manfaat radioterapi. Dengan cara ini diharapkan dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah sel kanker yang radioresisten menjadi lebih sensitif terhadap radiasi. Keuntungan kemoradioterapi adalah keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker yang hipoksik dan menghambat recovery DNA pada sel kanker yang sublethal.2

7.         Efek Samping Kemoterapi
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan sel pada traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi sumsum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastrointestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan  rambut.3 Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sumsum tulang, folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal, sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih cepat pulih dari pada sel kanker.7
            Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas terhadap jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru berupa kronik fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian kemoterapi.7
            Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi tambah sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas permukaan tubuh (m2) atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan (kg). Selain itu faktor yang perlu diperhatikan adalah keadaan biologik penderita. Untuk menentukan keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma, asites, sesak, dll), status penampilan (skala karnofsky, skala Eastern Cooperative Oncology Group), status gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain sebagainya.2
            Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi, pada poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka dosis obat harus dikurangi atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ tersebut lebih minimal.2
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh :8
  1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap organ tubuh tertentu.
  2. Dosis.
  3. Jadwal pemberian.
  4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).
  5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek toksisitas pada organ tertentu.

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sbb :2
1.      Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu status penampilan <= 2
2.      Jumlah lekosit >=3000/ml
3.      Jumlah trombosit>=120.0000/ul
4.      Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5.      Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit dalam 24 jam ( Tes Faal Ginjal )
6.      Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal ( Tes Faal Hepar ).
7.      Elektrolit dalam batas normal.
8.      Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia diatas 70 tahun.
           
Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana penyakit kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang menentukan pilihan terapi yang tepat pada pasien dengan sesuai status penampilannya.
Skala status penampilan menurut ECOG ( Eastern Cooperative Oncology Group) adalah sbb:8
- Grade 0   : masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas kerja dan pekerjaan sehari-hari.
- Grade 1   : hambatan pada perkerjaan berat, namun masih mampu bekerja kantor ataupun pekerjaan rumah yang ringan.
- Grade 2   : hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50 % waktunya untuk tiduran dan hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat  melakukan pekerjaan lain.
- Grade 3   :  Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50%  
   waktunya untuk tiduran.                             
      - Grade 4   : Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul   hanya di kursi atau tiduran terus.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Kentjono WA. Kemoterapi pada Tumor Ganas THT-Kepala Leher Pendidikan     Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo. Surabaya.  November 2002.p108- 21
2.      Sukardja IGD. Onkologi Klinik. Edisi 2. Penerbit Airlaga University Press. 2000.   p243 – 55
3.      Lin HS, Fee WE. Malignant Nasopharygeal Tumors. Diakses dari www.emedicine.com. 2003
4.      Chan TC, Teo PM. Nasopharyngeal Carcinoma : Review. Annals of Oncology 13. 2002. p1007-15
5.      Lika L. Radiation therapy: Gale Encyclopedia of Medicine. Gale Research. 1999
6.      Quinn FB, Ryan WM. Chemotherapy for Head and Neck Cancer. Grand Rounds Presentation. UTMB. Dept. of Otolaryngology. April 16, 2003
7.      Cody DT, Kern EB. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 199. hal:371-2
8.      Skeel RT. Handbook of Cancer Chemoterapy. 3th Edition. Little, Brown and Company. London. 1987. p59-78





Tidak ada komentar:

Posting Komentar