BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Defenisi
Entomologi
forensik atau medikolegal adalah ilmu yang mempelajari serangga
yang berhubungan dengan jasad tubuh. Pada lingkungan yang sesuai serangga akan
membentuk koloni pada
jasad tubuh beberapa
saat setelah kematian.
Perkembangan serangga seiring dengan waktu dapat digunakan untuk menentukan
waktu kematian dengan tepat.1
2. Karakteristik serangga
Serangga
adalah anggota dari kelas insekta hewan tidak bertulang belakang filum
artropoda. Serangga dapat
berupa lalat, nyamuk,
jengkrik, kecoa, rayap, kumbang, kupu-kupu, ngengat, semut, tawon dan lebah.
Serangga dewasa biasanya dapat dibedakan dari binatang lainnya dengan beberapa ciri khas yang jelas. Hampir
beberapa di antaranya ditutupi permukaan luar yang keras disebut exoskeleton,
yang terbagi atas kepala, dada, perut, 3 pasang kaki yang menempel pada dada, 1
pasang antena di kepala, mata yang besar dan 1 atau 2 pasang sayap.
Serangga dewasa akan
menetaskan telur dan serangga yang imatur akan keluar
dari telur dan beberapa kelompok terlihat sangat mirip dengan induknya, kecuali
bila berukuran lebih kecil dan tidak punya sayap. Serangga yang imatur ini disebut
nimfa, secara periodik melepaskan
kulitnya dan bertambah besar. Nimfa
melewati fase pergantian kulit dan menunjukkan semua karakteristik
dewasa. Jangkrik, kecoa dan turunan dari beberapa serangga yang dikenal, tumbuh
perlahan-lahan seperti siklus di atas. Tetapi, beberapa serangga melewati 3 stadium yang berbeda dalam perkembangannya
yaitu telur. larva, dan pupa. Tidak satupun dari stadium ini yang menyerupai
bentuk induknya. Larva yang menetas dari telurnya, umumnya memiliki tubuh
yang lunak dan menyerupai ulat
bulu, belatung. Dalam pertumbuhannya, larva melepaskan kulitnya dan bertambah
besar. Pada dasarnya, larva akan menyelubungi permukaan luar
kulitnya menjadi kepompong, yang akan menjalani stadium perkembangan
sebelum dewasa. Stadium ini disebut
pupa. Serangga bentuk dewasa nantinya akan keluar dari pupa tersebut.
Kupu-kupu, rayap, lalat, kumbang, dan
beberapa serangga lain berkembang dengan cara ini.
Banyak dari spesies serangga yang penting dalam forensik
melewati tahap perkembangan yang terakhir ini.2
3. Memperkirakan waktu post
mortem dengan teknik entomologi
Ahli patologi forensik
menggunakan beberapa metode
yang lazim digunakan dalam
membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh (algor
mortis), interpretasi lebam (livor mortis) dan kaku mayat (rigor mortis), interpretasi proses
dekomposisi, pengukuran perubahan
kimia pada vitreous, interpretasi
isi dan pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter medis tersebut sering
dipengaruhi oleh banyak
variabel lain, yang sampai
sekarang masih tidak diketahui dengan pasti dan parameter medis tersebut
dinilai sedikit atau bahkan tidak dapat dipergunakan sama sekali bila lama
kematian sudah lebih dari 72 jam. Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam,
bukti entomologis merupakan bukti yang
paling akurat dan merupakan satu – satunya metode yang tersedia untuk
menentukan lama waktu kematian. Walaupun parameter
medis sering digunakan
untuk memperkirakan lama kematian
yang baru terjadi
dalam beberapa jam,
dalam keadaan normal serangga
selalu tertarik dengan
jasad tubuh segera
setelah kematian, sehingga serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan
waktu awal setelah kematian.3
Aplikasi yang
paling sering dilakukan
pada entomologi adalah menentukan waktu kematian, petunjuk
adanya manipulasi pergerakan terhadap
tubuh korban, letak
luka, tanda-tanda penyiksaan,
ciri-ciri kriminalitas dan
apakah korban menggunakan
obat –obatan atau
diracun. Serangga juga
dapat digunakan untuk analisis
toksikologi dan sumber
materi DNA untuk
analisa beberapa kasus dari ektoparasit seperti nyamuk atau kutu.3
4. Dasar penggunaan serangga sebagai indikator memperkirakan waktu kematian
Tubuh yang membusuk
merupakan mikrohabitat yang baik sebagai sumber
makanan bagi beberapa organisme seperti bakteri, jamur, hewan pemakan bangkai.
Dalam hal ini serangga merupakan yang paling dominan. Serangga yang terdapat pada mayat biasanya menunjukkan
spesies tertentu yang hidup pada daerah
tertentu. Sebagai contoh, di Hawaii, terdapat satu spesies
yang hanya ada di daerah tersebut, begitu juga di daerah tropis. Namun dengan
perkembangan zaman, perpindahan spesies dapat terjadi dengan mudah. Sehingga
spesies yang awalnya ditemukan di satu daerah, dapat ditemukan juga di daerah
lain. Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan menjadi
empat kelompok :
1. Spesies Necrofagus
Ini merupakan spesies
yang biasanya memakan jaringan tubuh mayat. Yang
termasuk dalam spesies ini Diptera (Caliiphoridae dan Sarcophagidae) dan Coleoptera
(Silphidae dan Dermestidae). Spesies dalam kelompok ini adalah yang paling signifikan
untuk memperkirakan waktu
kematian selama stadium
awal pembusukan.2
2. Parasit dan predator yang
memakan spesies necrofagus
Menurut Smith, kelompok ini
adalah kelompok kedua terbanyak yang ditemukan
pada mayat.Yang termasuk kelompok ini adalah Coleoptera (Silphidae,
Staphylinidae dan Histeridae), Diptera (Calliphoridae dan Stratiomyidae)
dan parasit Hymenoptera. Larva Diptera, yang merupakan necrofagus pada
awal perkembangannya akan menjadi predator pada akhir perkembangannya.2
3. Spesies Omnifora
Yang termasuk kategori
ini adalah semut, tawon dan beberapa kumbang yang
memakan jaringan tubuh mayat serta serangga tertentu. Dalam jumlah
besar mereka dapat menurunkan waktu pembusukan dengan
memakan spesies necrofag.2
4. Spesies lainnya
Kategori ini termasuk
spesies yang menggunakan mayat sebagai habitat mereka, seperti pada kasus
Collembola, laba-laba dan kelabang. Kategori ini
meliputi Acari pada famili Acaridae, Lardoglyphidae,Winterschmidtiida, yang memakan jamur
yang tumbuh pada mayat. Dan juga berhubungan
dengan Gamasida dan Actinedida, termasuk Macrochelidae, Parasitidae,
Parholaspidae, Cheyletidae dan Raphignathidae yang
memakan kelompok AcarinedanNematoda.2
Kepentingan Menentukan Lama Kematian
Menentukan lama
kematian adalah hal yang sangat penting, baik kriminal ataupun tidak.
Pada semua kasus kematian, merupakan
hal yang penting bagi keluarga
korban untuk mengetahui kapan korban meninggal. Menentukan
waktu kematian juga diperlukan untuk mengetahui lama dari suatu penipuan
dilakukan. Sebagai contoh
seseorang mengaku adalah satu–satunya orang yang menjaga kedua
kakaknya yang sudah berumur dan
orang tersebut menerima tunjangan pensiun untuk dirinya dan kedua
kakaknya. Ketika orang tersebut akhirnya meninggal, ditemukan bahwa sebenarnya
kedua kakaknya sudah lebih dahulu meninggal dan dimumifikasi. Dengan
menentukan lama kematian maka
dapat dihitung besar dan
lama penipuan yang
dilakukan oleh orang tersebut.3
Menentukan Lama Kematian
Dalam ilmu kedokteran,
memperkiraan saat kematian tidak
dapat dilakukan dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan
memberikan hasil perkiraan yang lebih
akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Metode yang
pertama dengan memperkirakan pertumbuhan dari
larva diptera yang merupakan awal dari lalat (blow flies). Tehnik
ini dimulai sejak dari ditaruhnya
telur lalat hingga
lalat yang pertama
muncul dari pupa
dan meninggalkan jasad, sehingga
sangat berguna dalam
hitungan jam hingga berminggu –
minggu setelah
kematian. Metode yang kedua adalah
dengan berdasarkan prediksi, yaitu banyaknya
kolonisasi pada tubuh oleh serangga.Hal ini dapat digunakan sejak beberapa
minggu setelah kematian hingga yang tersisa hanya tulang – tulang. Metode ini
tergantung pada umur dari sisa jasad dan jenis serangga yang ada.3
5. Perkembangan Larva Diptera
Lalat akan tertarik
pada jasad tubuh segera setelah kematian. Lalat yang pertama kali tertarik dengan jasad
umumnya adalah blow flies (berukuran
besar, agak metalik, sering kali terlihat dekat makanan atau tempat sampah),
akan tetapi pada beberapa bagian dari dunia lalat flesh flies yang terlebih dahulu
tertarik dengan jasad. Blow flies tergolong pada family Calliphoridae,
ordo Diptera. Pada tahun 1958,
ditemukan 13 spesies
dari Calliphoridae dan Sarcophagidae yang ditemukan pada mayat
di Washington. Penelitian ini menjadi dasar
yang digunakan untuk
memperkirakan usia belatung yang
didapat pada mayat.
Belakangan ini,
para peneliti mulai mengulang dan memperbaiki penelitian tentang siklus
perkembangan dan ukuran belatung yang dipengaruhi oleh suhu. Data yang paling
banyak ditemukan dalam forensik
adalah spesies diptera. Serangga merupakan hewan berdarah dingin, sehingga
temperatur tubuhnya dipengaruhi oleh
suhu sekitar lingkungan.
Ketika suhu lingkungan meningkat, laju
pertumbuhan serangga lebih
cepat, sedangkan ketika
suhu lingkungan menurun, laju
pertumbuhan serangga menjadi
lebih lambat.
Perkembangan dari
serangga dapat diperkirakan, analisis dari serangga paling tua yang terdapat
pada jasad, disertai
dengan pengetahuan mengenai
kondisi meteorologis dapat digunakan untuk menentukan berapa lama
serangga berkoloni di jasad, sehingga dapat menentukan lama kematian.2
Pada penelitian tentang
penguraian, aktivitas lalat biasanya dimulai 10 menit segera setelah kematian,
tapi hal ini tidak selalu sama pada beberapa kasus seperti pada
kasus tenggelam dan
mayat dibungkus, aktivitas
lalat bisa lebih lambat. Faktor iklim seperti cuaca
yang berawan, turun hujan, dapat menghambat atau menghentikan aktivitas lalat
dewasa. Lalat jantan dan betina
memerlukan makanan protein sebelum ovari dan testis berkembang
dan oogenesis dan spermatogenesis terjadi. Blow flies berkembang
dimulai dari telur melalui
instar stages 1, instar stages
2, instar stages 3, pupa dan dewasa.
Lalat yang terbang akan
hinggap pada mayat dan menetaskan sampai 300 telur dan sampai 3000 untuk
sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan ditetaskan dari telur. Pada
stadium ini larva sangat rentan dan mudah mengalami kekeringan. Larva tidak
dapat keluar dari kulit yang membungkusnya, sehingga mereka bergantung pada
cairan protein sebagai asupan makanan, karena itu lalat betina akan
menaruh telur pada tempat yang memudahkan akses makanan bagi telur. Luka
merupakan sumber protein yang sangat baik, terutama darah, sehingga luka – luka
merupakan tempat bertelur yang paling pertama. Apabila pada jasad tidak ada
luka, lalat betina akan menaruh telur di dekat orificium atau pada lapisan
mukosa dikarenakan jaringan tersebut lembab dan lebih mudah dipenetrasi bila
dibandingkan dengan epidermis
normal. Daerah wajah
umumnya dikolonisasi lebih
dahulu, kemudian daerah genital, hal ini disebabkan karena daerah genital
hampir selalu ditutupi oleh pakaian. Pada kasus – kasus pemerkosaan benda –
benda seperti darah dan semen akan menarik perhatian lalat dengan
cepat.3
Setelah melewati waktu –
waktu tertentu, dipengaruhi oleh suhu dan jenis spesies, larva
stadium 1 akan
melepas kutikula dan mulutnya, dan
memasuki instar stage 2 atau larva stadium 2. Larva stadium 2 berukuran
lebih besar, lebih bisa bertahan hidup dan dapat mempenetrasi kulit dengan
mengeluarkan enzim proteolitik dan menggunakan mulutnya yang lebih kuat.
Stadium ini adalah waktu bagi
larva untuk makan
kemudian berkembang memasuki
instar stages 3, meninggalkan kutikula dan mulut yang
dipakai selama stadium 2. Larva stadium tiga memiliki
siklus hidup yang lebih panjang dari larva stadium satu dan dua dan akan
bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada instar stage 3 larva menjadi banyak makan dan berkumpul
sebagai satu masa yang besar sehingga dapat menghasilkan panas yang signifikan.
Kumpulan larva ini dapat menghabiskan banyak jaringan dalam waktu yang singkat.
Pada stadium ini bagian penyimpanan makanan yang terletak di foregut
dapat terlihat dengan warna hitam dan bentuk oval
pada jaringan translusent dari belatung.1
Setelah periode makan
yang intensif, instar stage 3 akan memasuki
stadium nonfeeding stage
atau wandering stage. Pada stadium ini tidak ditemukan
perubahan fisik, walaupun terjadi perubahan fisiologis pada organ
internal, tetapi dapat ditemukan perubahan
sikap yang signifikan. Ketika
larva memasuki nonfeeding
stage, larva akan menjauh dari sumber makanan dan mencari tempat yang
sesuai untuk menjadi pupa. Tempat itu antara lain adalah tanah disekitar,
karpet, rambut atau baju dari jasad. Larva mungkin akan mengubur diri beberapa
sentimeter didalam tanah atau merangkak bermeter – meter untuk mendapatkan
tempat yang cocok
untuk menjadi pupa.
Pada stadium ini
disebut dengan “prepupa”.Pada akhir
stadium ini larva
akan memendek dan
menjadi translusen. Pupasi akan
dimulai sejak belatung prepupa mulai berkontraksi. Belatung tidak akan mengelupaskan kutikula
yang tumbuh pada instar stage
3, akan tetapi kutikula tersebut
akan menghilang sedikit
demi sedikit dan
serangga akan mensekresikan
sejumlah substansi kedalam kutikula yang akan membuat warna pupa menjadi
keras dan berwarna
hitam untuk membentuk
puparium. Bagian yang disebut dengan
pupa adalah serangga yang hidup, dengan bagian kantung pupa yang mengalami
pengerasan atau puparium yang berguna sebagai struktur nonvital yang
membungkus serangga. Akan tetapi
pada umumnya yang dianggap sebagai pupa adalah bagian puparium dan serangga
yang hidup dalamnya, sedangkan kantung pupa yang ditinggalkan setelah lalat
terbang disebut sebagai kantung pupa.3
Didalam kantung
pupa yang mengalami
pengerasan, serangga
bermetamorfosis atau berubah menjadi lalat dewasa. Pada masa ini, jaringan –
jaringan imatur akan
rusak dan akan
digantikan dengan jaringan
yang matur. Setelah selesai
lalat dewasa akan
merobek ujung kantung
pupa dengan memperbesar dan mengkontraksikan
ptilinum (kantung yang berisi darah yang terdapat pada kepala). Bagian ujung
dari kantung pupa atau operkulum akan robek dan membelah menjadi dua bagian.
Lalat dewasa yang baru akan meninggalkan kantung pupa dan robekan operkulum
sebagai bukti bahwa sudah melewati siklus dengan sempurna. Lalat yang baru
keluar dari pupa tidak memiliki warna biru metalik atau kehijauan seperti pada
lalat dewasa. Sayap dari lalat baru keluar terlipat lipat, dengan kaki yang
tinggi, kurus, dan lemah, badan berwarna abu – abu dan bagian
kepala belum terbentuk sempurna karena adanya ptilinum yang belum mengalami
retraksi. Pada stadium ini lalat sangat mudah dimangsa dan walaupun tidak dapat
terbang lalat tersebut dapat berlari dengan cepat dan akan bersembunyi hingga
sayapnya kering dan dapat terbang. Setelah itu tubuh lalat akan terlihat
berwarna hijau metalik. Lalat dewasa yang
terbang merupakan tanda
forensik yang signifikan karena mengindikasikan bahwa
siklus dari lalat blow flies telah lengkap terjadi pada jasad. Lalat yang
dapat terbang tidak dapat digunakan sebagai
identifikasi karena tidak bisa dibedakan antara lalat yang baru datang atau
sudah berkembang, tetapi lalat yang
baru saja keluar
dari pupa dan
belum dapat terbang
dapat digunakan untuk memperkirakan waktu
kematian. Ditemukannya pupa
yang kosong juga mengindikasikan bahwa siklus dari lalat pada jasad
telah lengkap.Seluruh siklus hidup
dari lalat dapat
diprediksi. Siklus tersebut
sangat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, spesies, nutrisi,
kelembapan dan lain – lain. Akan tetapi
dari semua faktor
diatas yang paling
berpengaruh adalah temperatur. Ketika menggunakan perkembangan lalat untuk
menentukan waktu kematian perlu mengetahui beberapa hal antara lain:
a. Stadium
tertua dari blow flies yang berhubungan dengan jasad
Sangatlah penting untuk
mengetahui sampai sejauh mana siklus hidup dari lalat yang sudah terjadi.
Seperti halnya temperatur yang mempengaruhi perkembangan serangga, serangga
yang mengalami perkembangan paling depan
adalah serangga yang
pertama kali mencapai
jasad. Tidak ada gunanya menentukan larva
yang berada pada instar
stage 2 bila
dapat ditemukan pupa kosong. Pupa yang kosong mengindikasikan bahwa ada
serangga yang sudah
menyelesaikan siklus hidupnya.
Apabila pada pemeriksaan
didapatkan larva pada stadium instar stage 3 pemeriksa harus memeriksa
daerah baju, rambut dan sekitarnya untuk menentukan apakah sudah ada
larva yang memasuki
nonfeeding stage. Apabila
ditemukan larva pada nonfeeding
stage pemeriksa harus mencari apakah
ada pupa atau tidak. Bila tidak ditemukan pupa maka pemeriksa
dapat mengambil kesimpulan bahwa stadium terdepan yang dialami lalat adalah nonfeeding
stage atau prepupal third instar stage.2
b. Spesies
serangga
Entomologis harus dapat
mengidentifikasi spesies dari blow
flies. Setiap spesies memiliki
perkembangan siklus yang berbeda
– beda, akibatnya setiap spesies
harus dapat dikenali.
Lalat dewasa memiliki
kriteria diagnostik yang lebih banyak untuk dibedakan dengan antara yang
satu dengan yang lain, sedangkan larva harus dibedakan dari bagian mulut dan
bentuk morfologis lainnya. Pemeriksaan DNA juga dapat digunakan untuk
menentukan spesies serangga terutama pada keadaan seperti larva pada instar
stage 1 yang sulit untuk dibedakan
dan bila spesimen mengalami kerusakan.2
c. Data
temperatur
Serangga sangat
bergantung pada temperatur, karena itu sangat penting untuk mengetahui
temperatur dilokasi. Biasanya
temperatur ditentukan dengan
mengambil data dari Badan Meteorologi Geofisika. Sering terjadi kesalahan dalam
menentukan temperatur di tempat kejadian karena data temperatur yang
digunakan terkadang diambil
bukan dari lokasi
jasad, sehingga data temperatur
yang diperkirakan tidak
mencerminkan temperatur
yang dialami serangga.
Untuk mengatasi hal
ini biasanya digunakan alat
perekam temperatur di
lokasi yang akan
mencatat temperatur selama 2 hingga 3 minggu.2
d. Data
perkembangan
Untuk dapat
menentukan umur serangga
yang paling tua,
entomologi harus mengetahui kecepatan perkembangan siklus dari spesies
serangga yang berkoloni. Informasi
ini dapat diambil
dari literatur yang menerangkan perkembangan siklus setiap
spesies disertai dengan pengaruh temperatur pada perkembangan
serangga.
Setelah mendapatkan
ke 4 informasi
diatas kita dapat
menjawab pertanyaan ”Dalam kondisi
seperti ini, berapa
lama waktu yang
dibutuhkan spesies ini untuk mencapai stadium ini.” Waktu
kematian merupakan salah satu hal yang menjadi pertanyaan yang biasanya
diajukan pada kasus pembunuhan, tetapi sangat sulit untuk dipecahkan.
Entomologi dapat memberikan titik terang untuk permasalahan ini.2
6. Penguraian
Banyak penelitian
tentang penguraian yang dilakukan di seluruh negara dan kondisi lingkungan yang
berbeda. Mayoritas dari penelitian dilakukan pada daerah tropis dan
subtropis.Penelitian tersebut membagi proses penguraian ke dalam lima stadium.
:
1. Fresh Stage
(Stadium awal)
Stadium ini
dimulai saat kematian
dan berakhir dengan adanya pembengkakan. Serangga yang
pertama kali ditemukan adalah lalat dari famili Calliphoridae dan
Sarcophagidae. Betina
dewasa akan mencari mayat,
kemudian memakan dan menetaskan telur disekitar mayat,umumnya dimulai
dari bagian kepala
dan anogenital. Luka merupakan
tempat kedua yang menarik bagi spesies daerah tropis di Hawaii, tetapi juga
dapat menjadi tempat utama.3
2. Bloated Stage
(Stadium Pembengkakan)
Pembusukan merupakan
komponen utama dari penguraian, dimulai dari stadium ini. Gas diproduksi dari aktivitas
metabolik oleh bakteri anaerobik yang menyebabkan
sedikit pengembangan dari
abdomen dan pada akhirnya mayat
akan tampak seperti
balon. Temperatur tubuh
yang meningkat selama stadium
ini mengakibatkan proses
pembusukan dan aktivitas metabolik
oleh larva Diptera yang memakannya. Calliphoridae sangat menyukai mayat pada
stadium ini. Saat mayat membengkak, cairan dipaksa
keluar dari rongga-rongga tubuh dan meresap ke dalam
tanah. Cairan ini berkombinasi dengan
produksi amoniak yang
berasal dari aktivitas metabolik
larva diptera, menyebabkan
tanah di bawah
mayat tersebut menjadi alkalin dan binatang yang tinggal
pada tanah tersebut menjauh.3
3. Decay Stage
(Stadium penghancuran)
Pada stadium
ini dimulai dengan
pengelupasan kulit, menyebabkan keluarnya gas dan mayat mulai
mengempis. Pada akhir dari stadium ini, larva
Diptera telah menghabiskan hampir
seluruh daging mayat. Sedangkan pada
Calliphoridae dan Sarcophagidae pada akhir
stadium penghancuran, telah menyelesaikan stadium
perkembangan mereka dan telah
meninggalkan mayat untuk kemudian masuk dalam stadium
pupa.3
4. Post Decay Stage (Stadium setelah penghancuran)
Adapun sisa yang
tertinggal berupa kulit, kartilago dan tulang , Diptera
tidak lagi
menjadi spesies yang
dominan. Coleoptera mendominasi
stadium ini. Selain dari
peningkatan spesies ini, juga terjadi peningkatan parasit dan predator dari
kumbang.3
5. Skeletal Stage
(Stadium skeletal)
Pada stadium ini hanya
tertinggal tulang dan rambut, sudah tidak terdapat
daging bangkai dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di bawah
mayat tersebut. Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadium ini dapat
ditentukan lamanya dari variasi binatang normal pada tanah
serta kondisi lokal di mana mayat ditemukan.Pada dasarnya, perkiraan usia dari
belatung yang ditemukan pada mayat dapat menunjukan waktu minimal sejak
kematian. Misalnya jika usia belatung diperkirakan lima
hari maka kesimpulannya kematian
seharusnya telah terjadi paling sedikit lima hari tetapi
kematian juga dapat terjadi 6 hari, 7 hari atau lebih.
Dasar ilmu forensik
entomologi adalah mengukur lama serangga berkoloni pada jasad,
bukan menentukan waktu
terjadinya kematian. Telur
lalat dapat diletakkan pada
jasad dalam hitungan menit atau 1 hari kemudian
jika jasad dalam keadaan terkubur, terbungkus atau berada pada lokasi dengan
temperatur yang rendah sehingga menghambat
kolonisasi serangga. Bila
kondisi dilingkungan
memungkinkan untuk terjadinya kolonisasi segera setelah kematian, terdapat hal
– hal lain yang dapat mempengaruhi proses kolonisasi, contohnya pada satu kasus
dimana seseorang dibunuh dimusim panas, ketika siang hari dan ditinggal dalam
keadaan berlumuran darah, maka dapat diperkirakan bahwa serangga akan segera
berkoloni dalam hitungan menit pada jasad. Akan tetapi hal itu belum tentu
benar.
Pada kasus – kasus
tertentu serangga memang menaruh telur pada jasad dalam hitungan menit,
tetapi mayoritas dari
telur yang pertama
kali diletakkan akan dimakan
oleh predator Vespa
sp. Dalam jumlah
yang besar Vespa
sp. dapat memakan semua
telur yang diletakkan
pada hari pertama,
sehingga saat pemeriksaan yang dilakukan
pada beberapa hari kemudian hanya akan didapatkan spesimen dalam usia yang
muda. Selain itu terdapat kemungkinan penyimpangan waktu sebesar
1 hari dalam menentukan waktu
maksimum setelah kematian ditentukan berdasarkan
serangga yang ditemukan
pada jasad. Hal
ini dapat menyebabkan kesalahan
yang signifikan. Sebagai
contoh pada satu
kasus seseorang ditemukan 3 hari kemudian dalam keadaan meninggal, artinya
waktu lama minimal kematian yang diperkirakan oleh entomologisnya
adalah 2 hari, hal itu adalah benar
walaupun tidak benar
– benar tepat.
Karena itu menentukan waktu minimal kematian lebih aman
dan terjamin oleh entomologis.
Hal – hal yang biasa
digunakan sebagai acuan oleh entomologis adalah waktu minimal kematian dan
perkembangan siklus serangga. Beberapa serangga mungkin akan berkembang lebih
lama dari perkiraan karena itu menggunakan waktu minimal kematian dapat
meningkatkan keakuratan.Perkiraan waktu kematian sangat penting untuk kepentingan
investigasi dalam mendukung atau
menolak kesaksian. Sebagai
contoh pada kasus ditemukannya jasad
yang sudah mengalami
dekomposisi, kemudian seseorang datang dengan kesaksian bahwa dia
baru saja melihat kejadian pembunuhan yang terjadi pada
jasad tersebut; dapat
dipastikan bahwa kesaksiannya tidak
dapat digunakan. Pada kasus lain dapat ditemukan dua kesaksian yang
subjektif dan sangat bertolak belakang, dengan menggunakan bukti – bukti entomologi
yang bersifat objektif maka akan dapat diketahui kesaksian mana yang benar.2
Kolonisasi pada Jasad
Jasad dari
suatu hewan atau
manusia merupakan sumber
nutrisi yang memfasilitasi perubahan
ekosistem yang cepat.
Dalam hitungan menit
atau bahkan detik setelah
kematian, serangga (terutama blow
flies) akan hinggap di jasad untuk membentuk koloni.
Seiring dengan proses dekomposisi, jasad
semakin tidak menarik
bagi koloni yang pertama dan menarik serangga
lainnya. Perubahan biologis, kimia dan fisik akan menarik serangga lain dan mengubah
komposisi koloni yang akan terus terjadi hingga tidak ada nutrisi yang dapat
digunakan dari jasad. Jenis serangga yang akan
membentuk koloni pada jasad dipengaruhi oleh keadaan nutrisi
pada jasad, keadaan
geografis, habitat, musim,
kondisi meteorologis.
Selain itu, juga dapat
memperkirakan waktu kematian berdasarkan adanya
fakta bahwa
serangga yang ditemukan
pada tubuh akan
berganti seiring berjalannya
waktu dan terjadinya proses pembusukan. Tidak hanya jenis serangga pada tubuh
mayat saja yang dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian, jika tubuh
mayat terbaring pada tanah untuk beberapa periode waktu, serangga dan hewan
tidak bertulang belakang lainnya yang ada pada tanah di bawah mayat tersebut
juga akan berganti. Jumlah spesies akan
berkurang setelah komunitas baru dari
spesies lain berkembang.
Pengetahuan tentang kejadian
ini dapat memungkinkan para
entomologis untuk memperkirakan seberapa
lama tubuh terbaring pada lokasi
ditemukannya. Benda – benda lain yang dapat digunakan untuk kepentingan
entomologis antara lain adalah kulit larva, feses dan
membrana peritropik yang berasal dari Coleoptera : Dermestidae. Membran
peritropik memberi garis pada bagian perut dari serangga dan terbuang bersamaan
ketika serangga tersebut defekasi pada kasus – kasus terkadang dapat ditemukan
dilokasi sekitar jasad hingga bertahun – tahun.1
Menentukan Apakah Jasad di Pindahkan
Pada keadaan tertentu,
serangga dapat digunakan untuk menentukan hal – hal selain
waktu kematian minimal.
Salah satunya adalah
untuk menentukan apakah setelah
kematian jasad dipindahkan
atau tidak. Tempat
dimana tubuh korban
ditemukan tidak selalu menunjukkan
tempat dia mati, seringnya tubuh
dipindahkan dari tempat awal dari kejadian kriminal. Sebagai contoh, seseorang dibunuh suatu
tempat, kemudian jasadnya
dipindahkan ke tempat
lain dengan maksud untuk disembunyikan.
Segera setelah kematian, serangga yang berada di tempat itu akan hinggap di
luka – luka atau di orifisium yang ada pada jasad dan berkoloni. Ketika jasad
tersebut dibawa ke tempat baru maka serangga
serangga dari tempat lokasi pembunuhan terbawa ke tempat baru.
Serangga dan
spesies hewan tidak bertulang
belakang yang memakan tubuh
korban yang berada di dalam tanah berbeda dengan yang di lingkungan terbuka.
Perbedaan binatang ini juga menjadi dasar untuk menentukkan
apakah korban telah dikuburkan sejak awal kematian atau berada di lingkungan
terbuka sebelum dikuburkan.3
Posisi Luka
Cara kematian berbeda
dengan penyebab kematian. Sebagai contoh cara kematian dengan tikaman atau bacokan, sedangkan penyebab kematian karena kehilangan darah.
Penyebab kematian menjadi
wewenang patologi forensik. Sedangkan ahli entomologi
kadang-kadang dipanggil untuk memberikan pendapat tentang cara kematian,
khususnya pada kasus-kasus dimana tubuh berada pada stadium lanjut pembusukan.
Sebagai contoh, pada tubuh yang dihinggapi belatung luka mungkin akan dimakan
belatung sehingga tidak mungkin mengetahui apa
yang menjadi penyebab
luka. Dalam hal
ini ahli entomologis
dapat banyak membantu.
Blow flies
adalah serangga
yang pertama kali
hinggap ke jasad
dan menaruh telurnya didekat
luka supaya larva
pada instar stage
1 mendapatkan nutrisi yang
cukup. Sesudah tubuh mengalami dekomposisi lebih lanjut akan lebih sulit untuk
menentukan ada atau tidaknya luka. Jika luka tersebut tidak mengenai jaringan
keras seperti tulang dan kartilago akan sangat mudah tidak terdeteksi, akan
tetapi serangga dapat mendeteksi adanya luka yang sangat kecil. Lalat betina
dapat mendeteksi adanya luka dalam ukuran yang kecil untuk dapat menaruh telur
– telurnya, lalat
bahkan dapat mendeteksi
adanya bekas punksi
vena yang menggunakan jarum
paling kecil dimana tidak dapat dilihat oleh ahli patologis.
Pada tahap
dekomposisi lebih lanjut,
kolonisasi dari serangga dapat digunakan untuk
memperkirakan posisi luka,
akan tetapi yang
berhak untuk menyatakan posisi
luka–luka adalah forensik patologis, sedangkan
entomologis berhak untuk menyatakan bahwa ada pola kolonisasi
serangga yang tidak umum yang mungkin mengindikasikan adanya luka. Sebagai
contoh, pada suatu kasus ditemukan
adanya seorang wanita
yang jasadnya
ditemukan dalam tahap dekomposisi
yang lanjut. Didapatkan pola kolonisasi yang tidak umum berupa lebih
banyak kolonisasi pada
daerah dada dan
tangan dibandingkan dengan kepala. Atas pernyataan itu dilakukan
pemeriksaan lebih
lanjut dan akhirnya ditemukan adanya tanda – tanda
bekas luka tusukan benda tajam disekitar dada dan tangan.
Pemeriksaan untuk
memeriksa bekas luka berdasarkan kolonisasi serangga harus dilakukan dengan
hati – hati. Sebagai contoh, seringkali adanya belatung pada daerah
genital dianggap sebagai
kasus pemerkosaan. Apabila
pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa serangga yang berkoloni di
daerah genitalia adalah yang paling tertua, hal ini mengindikasikan adanya
pemerkosaan (luka atau semen pada daerah genital mengakibatkan serangga
tertarik), tetapi bila pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa kolonisasi
pada daerah genitalia dan daerah lainnya sama atau bahkan lebih lambat hal itu
menunjukan bahwa kolonisasi yang terjadi adalah normal, tidak mengindikasikan
pemerkosaan.3
Menghubungkan Tersangka dengan Kejadian
Sebagai contoh,
terjadi suatu pemerkosaan
pada pertengahan musim panas. Korban wanita mengaku bahwa
pelaku menggunakan topeng ski. Seorang suspek
teridentifikasi dan dalam
proses penggeledahan rumahnya
didapatkan topeng ski, suspek mengaku bahwa tidak menggunakannya
sejak musim dingin tahun lalu. Pada
pemeriksaan lebih lanjut
ditemukan pada topeng
tersebut didapatkan sedikit kecacatan
berupa lekukan dan
didalam lekukan tersebut didapatkan ulat. Setelah dilakukan
analisis didapatkan bahwa topeng ski tersebut dipastikan digunakan
pada musim panas.
Setelah menunjukan bukti
tersebut suspek mengakui pemerkosaan tersebut.3
Obat
Serangga yang
berkolonisasi pada jasad memakan jaringan jasad sehingga secara tidak langsung
mengkonsumsi substansi yang terdapat pada jasad. Zat – zat tersebut dapat
berupa alkohol, racun dan obat. Alkohol adalah produk normal yang dihasilkan
dari proses
dekomposisi, sehingga serangga
umumnya tidak dipengaruhi oleh
adanya substansi alkohol. Apabila
kematian disebabkan oleh racun
atau obat, baik dalam
maksud terapeutik atau
pembunuhan, maka akan mengakibatkan perkembangan
dari serangga.
Pada kasus pembunuhan
dan keracunan jaringan tubuh hampir seluruhnya dimakan oleh
belatung. Belatung mempunyai
kemampuan untuk menyimpan jaringan berupa cairan toksik
sehingga dapat digunakan untuk analisa toksikologi. Walaupun tidak seluruh mayat
dimakan oleh belatung, tetapi masih lebih baik melakukan tes pada belatung daripada pada sisa pembusukan manusia, karena
jaringan hidup akan lebih mudah untuk di analisa toksikologinya daripada tubuh
yang sudah membusuk. Analisis serangga untuk menentukan racun atau obat dapat
dilakukan pada larva dan diptera dan coleoptera dewasa dan coleoptera
exuviae. Obat dapat mempengaruhi perkembangan dari
serangga, yaitu mempercepat atau
memperlambat perkembangan, karena itu entomologis harus
memperhatikan pernyataan dari ahli toksikologi.2
Kelalaian Manusia
Pada kasus – kasus ditemukan
bahwa larva hanya memakan bagian jaringan yang
sudah nekrotik, ganggren
dan jaringan-jaringan yang
rusak. Sebagai contoh, pada pengadilan entomologis dapat memberi
pernyataan bahwa popok seorang bayi tidak diganti selama 5 hari karena dalam 4
– 5 hari pada pemeriksaan didapatkan belatung yang memakan
jaringan – jaringan yang sudah rusak.
6. Pengumpulan Bukti
Entomologis
Sebaiknya bukti
– bukti entomologis
dikumpulkan oleh seorang
ahli entomologis karena seorang entomologis sudah terlatih untuk
mengidentifikasi, mengumpulkan serangga dan dapat mengetahui mana yang penting
dan mana yang tidak penting.
Pengumpulan bukti entomologis pada lokasi kejadian
Bukti – bukti
entomologis yang diambil harus berasal dari lokasi kejadian. Pada suatu kasus
yang besar, setiap sentimeter dari lantai harus diperiksa dengan teliti dan
setiap bukti potensial harus difoto, dibuat sketsanya dan dikumpulkan. Sebelum
bukti entomologis diambil dari lokasi, lingkungan di sekitar lokasi harus
diamati dan difoto terlebih dahulu.
Deskripsi hasil juga
meliputi:
1. Daerah geografi: kota,
desa, alamat jika ada, dsb
2.Tipe Habitat: gurun, hutan, di dalam apartmen, daerah kumuh, padang
rumput
dsb.
3. Area : berbatu,
pegunungan, atau dataran rendah
4. Tipe vegetasi: tanaman
yang ada., jika spesifik dikirim ke botanis
5. Tipe tanah: berpasir, berkerikil, berlumpur, atau
artificial (semen, batu-
batuan
dsb)
Deskripsi tentang mayat termasuk:
1.Jenis kelamin, berat badan, tinggi badan
2. Ada atau tidaknya pakaian
dan deskripsi tentang pakaian.
3. Postur mayat: duduk,
berbaring, tengkurap dsb
4. Benda benda di sekitar
mayat: terbungkus, tertutup dengan tanaman.
5. Kerusakan fisik: luka
terbuka, memar dan daerah kerusakan.
6. Penyebab kematian
7. Stadium pembusukan
8. Serangga yang
ditemukan,jika memungkinkan termasuk fotografi lengkap.
Dicatat juga data tentang iklim
yang lengkap tiap jam. perkembangan serangga
berupa aktivitas dewasa,
termasuk penetasan
telur dan perkembangan imatur. Juga
dicatat hal-hal yang
aneh ditemukan pada TKP. Jika terdapat
konsentrasi belatung, temperatur
pada setiap konsentrasi harus dihitung
dengan cara meletakkan
termometer secara perlahan
diatas konsentrasi belatung, kemudian tekan dengan lembut pada
permukaan. Hal ini akan mengakibatkan belatung – belatung bergerak disekitar
termometer sehingga mengurangi kemungkinan kerusakan pada jasad.3
Pengumpulan bukti blow flies
Perkembangan blow flies adalah bukti entomologis yang paling penting
untuk menentukan waktu
kematian pada hari
pertama dan seminggu
setelahkematian. Setiap stadium
sangat penting. Berikut
adalah ringkasan teknik mengumpulkan bukti entomologis blow
flies.
Telur
Lokasi : Dekat
luka dan orifisium
Koleksi hidup :
Simpan setengah dari sampel untuk
keperluan identifikasi nanti letak dalam vial diatas potongan hati sapi dan tutup menggunakan 2
lapis handuk dan ikat menggunakan karet pengikat. Tulis pada vial tempat dan waktu pengambilan
sampel.
Koleksi cadangan :
Simpan setengah sampel pada vial dengan
ethanol 75-90%
atau isopropil alkohol
50% dengan segera
setelah pengambilan sampel.
Tulis pada vial
tempat dan waktu pengambilan sampel.
Catatan :Kumpulkan sampel secara terpisah dengan cara mengambil dari
beberapa area observasi dan catat waktu menetasnya telur. Telur
menjadi bukti yang tidak
penting jika sudah didapatkan belatung.
Feeding larvae
Lokasi :
Pada tubuh, luka atau orifisium dapat ditemukan
pada konsentrasi belatung dapat ditemukan diseluruh tubuh.
Koleksi hidup :
Sama seperti telur
Koleksi cadangan :Sama seperti telur, jika
memungkinkan, taruh larva pada air panas dengan cepat sebelum ditaruh pada
alkohol.
Catatan :
Ambil sampel sebanyak
100 – 200, ambil dari beberapa
tempat berbeda dan simpan terpisah, ambil menggunakan forcep tumpul,
kuas kecil atau
spatula. Jangan menaruh
larva berlebihan pada 1 vial.
Prepupal nonfeeding larvae
Lokasi : Pada tanah, rambut, baju, benda yang membungkus jasad.
Koleksi hidup :
Sama seperti telur dan feeding larvae.
Koleksi cadangan : Sama seperti feeding
larvae.
Catatan :
Tidak memerlukan makanan
Pupae
Lokasi :
Sama seperti prepupal dan nonfeeding
larvae.
Koleksi hidup :
Simpan
pada vial dengan
sedikit potongan handuk
yang lembab untuk mencegah
kerusakan, tutup menggunakan handuk kering dan ikat dengan karet pengikat, tidak
perlu memberikan makanan.
Catatan :
Pupae bewarna coklat gelap dan sering ditemukan jauh dari jasad,
seringkali terlihat seperti bagian dari tanaman. Dapat berukuran sangat
kecil dari milimeter
hingga 1,5 sentimeter.
Puparia atau
kantung pupa
Lokasi :
Sama seperti pupae dan nonfeeding
larvae.
Koleksi hidup : Tidak ada, kantung pupa tidak hidup
Koleksi cadangan : Simpan dalam keadaan kering pada vial,
gunakan handuk
sebagai bantal untuk
puparia dalam vial,
tutup menggunakan tutup vial.
Catatan :
Kantung
pupa menandakan bahwa
siklus hidup sudah lengkap.
Blow
flies dewasa
Lokasi :
Diseluruh bagian
jasad. Ambil menggunakan
kuas kecil yang basah.
Koleksi hidup :
Simpan pada vial,
tidak memerlukan udara.
Koleksi cadangan : Jangan simpan jika
sayap masih terlipat; taruh pada vial
kering dan biarkan mongering, beri tanda sebagai lalat
yang baru menetas.
Catatan :
Berguna jika baru saja menetas
Lalat jenis lain
Lokasi :
Diseluruh bagian jasad, mungkin ditemukan pada baju dan persendian. Gunakan jaring atau kuas kecil
yang basah
Koleksi dewasa : Dapat disimpan
di dalam vial
dan tetap hidup tidak
memerlukan udara.
Koleksi imatur : Simpan dan jaga
agar tetap hidup
dalam vial dengan potongan handuk basah. Simpan
sebagian dalam alkohol. Semua pupa sebaiknya disimpan dalam keadaan hidup.
Catatan :
Serangga yang dewasa dan imatur sangat
penting
Beetles
Lokasi :
Dimana saja, dibawah jasad, disekitar
jasad atau di baju.
Ambil menggunakan jaring atau kuas kecil yang basah.
Koleksi dewasa : Dapat disimpan
dalam keadaan hidup
atau taruh dalam alkohol.
Koleksi imatur : Simpan dalam
keadaan hidup dengan
handuk basah simpan
per individu karena beetles punya sifat kanibalisme. Simpan sebagian
dalam alkohol. Setiap
pupa sebaiknya disimpan dalam keadaan hidup.
Catatan : Serangga dewasa dan
imatur sangatlah penting, kedua – duanya
bergerak dengan cepat.
Kulit larva dan
kantung pupa sebaiknya juga disimpan.
Sampel
tanah
Serangga tanah
dan hewan tidak
bertulang belakang sebaiknya tidak usah disingkirkan. Sample tanah dikumpulkan
dan dibawa ke laboratotium.
Ambil sebanyak kurang lebih
4 gelas. Taruh pada kaleng yang ukurannya 2 kali dari
sampel. Sampel tanah biasanya diperiksa entomologis di laboratorium.
Protokol pengumpulan specimen entomologi :
Prosedur koleksi
1. Serangga yang terbang
Lebih kurang 10-15 menit daerah sekitar mayat harus dikosongkan,
agar dapat menangkap serangga menggunakan net. Serangga yang sudah ditangkap
dimasukkan ke dalam gelas yang berisi 70-80% etil alkohol atau isopropyl alkohol.
Perbandingan isopropyl alkohol dan air adalah 1:1, Jika tidak serangga akan
mengeras dan susah diidentifikasi. Sebaiknya tidak menggunakan formalin,
kecuali jika terdesak. Perlu untuk diketahui tempat di mana lalat ditemukan,
diberi label, bagaimana
cara mengumpulkan, siapa
yang mengumpulkan dan waktu pengumpulan.2
2. Serangga yang merayap
Serangga dikumpulkan
harus dilabel berdasarkan
tempat ditemukannya. Serangga diambil menggunakan forcep atau tangan.
Harus menggunakan sarung tangan setiap waktu. Serangga yang ditangkap ada 2
jenis: serangga dengan badan yang keras, seperti kumbang dan
serangga dengan badan
lunak. Tindakan terhadap serangga yang
berbadan keras dilakukan
sama halnya dengan serangga yang
terbang. Untuk yang
berbadan lunak perlu perlakuan khusus, karena lebih susah
diidentifikasi. Mereka terdiri dari dewasa dan belum matur. Serangga yang belum
matur lebih susah untuk diidentifikasi, sehingga
biasanya mereka dibiarkan terlebih dahulu.
Serangga ini dibagi
menjadi dua kelompok, kelompok yang pertama akan dibunuh
dan dianalisa entomologi, sedangkan
kelompok yang kedua
dibiarkan hidup untuk identifikasi spesies. Serangga yang belum matur
umumnya berupa belatung, dibunuh dan dimasukkan kedalam solusi KAA selama 5-10
menit tergantung ukuran belatung kemudian dipindahkan ke etil alkohol 70%
atau isopropyl alkohol
yang ditambah air
dengan perbandingan 1:1. Solusi
KAA digunakan untuk
melepaskan bagian luar permukaan
serangga atau kutikula.
. Jika tidak dilakukan, alkohol
akan masuk ke
dalam tubuh dan
membuat tubuh serangga menjadi hitam dan busuk. Solusi KAA terdiri atas
1 bagian asam asetat, 1 bagian minyak tanah, 30 bagian etil alkohol 95%. Jika
KAA tidak ada, dapat digunakan air panas76,7 oC selama
2-3 menit dan ditransfer ke etil alkohol
70% untuk penyimpanan.1
3. Pemberian
Label
a.
Tanggal pengumpulan
b.
Waktu pengumpulan
c.
Lokasi ditemukan pada tubuh, sespesifik mungkin.
d.
Tempat ditemukan tubuh: di dalam rumah, di semak-semak, di pegunungan
e.Daerah
tubuh dimana spesimen ditemukan, jangan bercampur dengan specimen dari daerah tubuh lain.
f.Nama,
alamat, dan nomor telepon dari kolektor.
Myasis
Myasis adalah
suatu penyakit yang
disebabkan masuknya belatung
ke jaringan hidup. Beberapa
spesies lalat termasuk
yang umum ditemukan
pada orang atau binatang hidup. Salah satu manifestasi yang ditemukan
“sheep-strike”. Dimana lalat meletakkan telurnya pada kulit yang tidak terluka,
binatang menjadi lemah dan kematian
pun mulai terjadi.
Kemungkinan orang-orang yang menderita myasis akan meninggal dengan
cepat dengan tanda-tanda adanya larva pada tubuh.
Halangan untuk Forensik Entomologi
Temperatur
Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya bahwa temperatur
sangat mempengaruhi perkembangan, sedangkan pada kenyataannya temperatur
dilokasi sangat sulit untuk ditentukan dengan pasti. Data temperatur dapat
diambil pada stasiun cuaca, akan tetapi
akan lebih baik jika dilakukan
pencatatan data temperatur pada lokasi
secara langsung. Data
statistik yang lengkap
akan mempermudah entomologis untuk
memprediksi temperatur yang
ada di lokasi dengan
memperbandingkan data dari stasiun cuaca dan data dari lokasi.
Musim
Perkembangan serangga
dipengaruhi oleh musim. Pada musim – musim tertentu dimana temperaturnya sangat
rendah akan menghambat perkembangan.
Eksklusi Serangga
Serangga dapat pergi
dari jasad dengan beberapa alasan. Jasad mungkin mengalami pembekuan
sehingga serangga yang
sudah berkoloni akan
pergi. Pembekuan juga dapat mempengaruhi dekomposisi, sehingga akan
mempengaruhi kolonisasi serangga.Penguburan juga mempengaruhi kolonisasi
serangga hal ini disebabkan karena
kedalaman dan jenis
tanah sangat mempengaruhi. Pembungkus
tubuh dapat membatasi atau menghambat aktivitas serangga. Serangga
mungkin akan kesulitan untuk mencapai
jasad yang dibungkus
sehingga akan menambah perkiraan waktu kematian, tetapi
perkembangan pada jasad tetap sama sehingga waktu kematian minimal tetap dapat
diprediksi.
Pelaporan
Laporan entomologis
akan sangat berguna untuk kepentingan penyelidikan dan juga dapat digunakan
sebagai bukti di pengadilan. Laporan yang digunakan
untuk pengadilan harus
dipisahkan dari laporan
lainnya agar pembaca
dapat memahami dasar-dasar ilmu mengenai dari entomologi sehingga
mereka dapat mengambil kesimpulan tanpa perlu mencari literatur lebih lanjut.
Laporan sebaiknya dimulai dengan deskripsi singkat mengenai kejadian, tempat
kejadian, korban dan kumpulan sampel yang ditemukan yang berkaitan dengan
entomologi. Pada laporan harus dijelaskan mengenai bagaimana, kapan dan
siapa yang menghubungi ahli entomologi serta bagaimana bukti entomologi
tersebut diterima oleh ahli entomologi. Harus dijelaskan pula mengenai prosedur
yang digunakan, data yang digunakan dan hasil identifikasi dari serangga.
Selain itu, di dalam laporan juga harus terdapat mengenai latar belakang ilmu
forensik ilmu entomologi dan harus dapat menyimpulkan mengenai spesies mana yang terlibat dan bagaimana
perkembangan spesies tersebut sesuai dengan literatur.2
DAFTAR PUSTAKA
1.
Erzinclioglu, Z. 2003. Role
of and Technique in Forensic Entomology. In : In : Freedy Richard C. Handbook of Forensic Pathology second
edition. Illionis : College of
American Pathology. p. 747 – 754.
2. James, Stuart H
dan Hordby, Jon
J. 2005. Forensic Entomology. In: Sorg, Marcella K. Forensic Science
An Introduction to Scientific and
Investigative Technique second
edition. US : CRC Prers. p. 135 – 164.
3.
Lord, Wayne D, Goff M.Lee. 2003. Forensic Entomology : Application
of Entomological Method to
the Investigation of
Death. In :
Freedy Richard C. Handbook of Forensic Pathology second
edition. Illionis :College of
American Pathology. p. 423 – 432.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar