BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.
DEFINISI
Deep Vein Trombosis (DVT) atau trombosis
vena dalam adalah penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh darah balik
(vena) sebelah dalam. DVT seringkali diawali dari paha atau kaki oleh karena
adanya perlambatan aliran darah pada pembuluh balik. Hal ini bisa terjadi oleh
karena ada masalah pada jantung, infeksi atau akibat imobilisasi lama dari
anggota gerak. Gumpalan darah beku yang terjadi disebut emboli yang bisa terbawa
ke jantung hingga menyebabkan komplikasi serius. Proses koagulasi atau
penggumpalan darah terjadi melalui mekanisme kompleks yang diakhiri dengan
pembentukan fibrin.1
2.
ANATOMI VENA
Vena merupakan pembuluh darah yang
dilewati sirkulasi darah kembali menuju jantung sehingga disebut juga pembuluh
darah balik. Dibandingkan dengan arteri, dinding vena lebih tipis dan mudah
melebar. Kurang lebih 70% volume darah berada dalam sirkuit vena dengan tekanan
yang relatif rendah. Kapasitas dan volume sirkuit vena ini merupakan faktor
penentu penting dari curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh
jantung tergantung pada aliran balik vena.
Sistem
vena khususnya pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistem:
1.
Subsistem vena permukaan
2.
Subsistem vena dalam
3.
Subsistem penghubung ( saling berhubungan)
Gambar 1 : Anatomi
Vena Ekstremitas Inferior
Vena permukaan terletak di jaringan
subkutan tungkai dan menerima aliran vena dari pembuluh-pembuluh darah yang
lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem permukaan
terdiri dari Vena Safena Magna dan Vena Safena Parva. Vena Safena Magna
merupakan vena terpanjang di tubuh, berjalan dari Maleolus naik ke
bagian medial betis dan paha, bermuara ke Vena Femoralis tepat di bawah
selangkangan. Vena Safena Magna mengalirkan darah dari bagian anteromedial
betis dan paha. Vena Safena Parva berjalan di sepanjang sisi lateral dari mata
kaki melalui betis menuju lutut, mendapatkan darah dari bagian posterolateral
betis dan mengalirkan darah ke Vena Poplitea, titik pertemuan keduanya disebut Safenopoplitea.
Diantara Vena Safena Magna dan Parva banyak didapat anastomosis, hal ini
merupakan rute aliran kolateral yang memiliki peranan penting saat terjadi
obstruksi vena.
Sistem vena dalam membawa sebagian besar
darah dari ekstremitas bawah yang terletak didalam kompartemen otot. Vena-vena
dalam menerima aliran darah dari venula kecil dan pembuluh intra muskuler. Sistem
vena dalam cenderung berjalan sejajar dengan pembuluh arteri tungkai bawah dan
diberi nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibatnya, termasuk dalam
sistem vena ini adalah Vena Tibialis Anterior dan Posterior, Peroneus,
Poplitea, Femoralis, Femoralis Profunda dan pembuluh-pembuluh darah betis yang
tidak diberi nama. Vena Iliaka juga dimasukkan ke dalam sistem vena dalam ekstremitas
bawah karena aliran vena dari tungkai ke vena cava tergantung pada patensi dan
integritas dari pembuluh-pembuluh ini.
Subsistem vena-vena dalam dan permukaan
dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluh darah yang disebut vena penghubung
yang membentuk subsistem penghubung ekstremitas bawah. Aliran biasanya dari
vena per mukaan ke vena dalam dan selanjutnya ke vena kava inferior.
Pada struktur anatomi vena didapatkan
katup-katup semilunaris satu arah yang tersebar diseluruh sistem vena.
Katup-katup tersebut adalah lipatan dari lapisan intima yang terdiri dari
endotel dan kolagen, berfungsi untuk mencegah terjadinya aliran balik,
mengarahkan aliran kearah proksimal dan dari sistem permukaan ke sistem dalam
melalui penghubung. Kemampuan katup untuk menjalankan fungsinya merupakan
faktor yang sangat penting sebab aliran darah dari ekstremitas menuju jantung
berjalan melawan gravitasi.
Fisiologi pada aliran vena yang melawan
gaya gravitasi tersebut dipengaruhi oleh faktor yang disebut pompa vena. Ada 2
komponen pompa vena yakni perifer dan sentral. Komponen pompa vena perifer
adalah adanya kompresi saluran vena selama kontraksi otot yang mendorong aliran
maju di dalam sistem vena dalam, katup-katup vena bekerja mencegah aliran retrograde
atau refluks selama otot relaksasi dan adanya sinus- sinus vena kecil
yang tak berkatup atau venula yang terletak di otot berperan sebagai reservoir
darah selanjutnya akan mengosongkan darahnya ke vena-vena dalam selama terjadi
kontraksi otot. Pada komponen pompa vena sentral yang berperan memudahkan arus
balik vena adalah pengurangan tekanan intratoraks saat inspirasi, penurunan
tekanan atrium kanan dan ventrikel kanan setelah fase ejeksi ventrikel.
3.
PATOFISIOLOGI
Trombosis adalah pembentukan bekuan
darah di dalam pembuluh darah, dalam hal DVT bekuan darah terjadi di pembuluh
darah balik (vena) sebelah dalam, bisa terjadi terbatas pada sistem vena kecil
saja namun juga bisa melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena Iliaka atau Vena
Kava. Mekanisme yang mengawali terjadinya trombosis berdasarkan trias Vircow
ada 3 faktor pendukung yakni:
1.
Adanya stasis dari aliran darah
2.
Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah
3.
Pengaruh kiperkoagulabilitas darah
Stasis atau lambatnya aliran darah
merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis, yang menjadi faktor
pendukung terjadinya stasis adalah adanya imobilisasi lama yakni kondisi anggota
gerak yang tidak aktif digerakkan dalam jangka waktu yang lama. Imobilisasi
lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat menghilangkan
pengaruh dari pompa vena perifer,
meningkatkan stagnasi hingga terjadi pengumpulan darah di ekstremitas bawah.
Terjadinya stasis darah yang berada di belakang katup vena menjadi faktor
predisposisi timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan
terjadinya trombosis vena dalam. Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali
pembentukan trombus, namun tidak selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang
nyata, pada kondisi semacam ini nampaknya disebabkan adanya perubahan endotel
yang samar seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi, iskemia atau anoksia
atau peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah adanya trauma
langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada jaringan
lunak, tindakan infus intra vena atau substansi yang mengir itasi seperti
kalium klorida, kemoterapi ataupun antibiotik dosis tinggi.
Hiperkoagulabilitas darah tergantung
pada interaksi kompleks antara berbagai variabel termasuk endotel pembuluh
darah, faktor- faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-sifat aliran
darah, sistem fibrininolitik intr insik pada sistem pembekuan darah. Keadaan hiperkoagulasi
bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel
tersebut. Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan
meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya
resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan
tekanan darah vena. Trombosis bisa melibatkan kantong katup hingga merusak
fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau yang inkompeten mempermudah
terjadinya stasis dan penimbunan darah di ekstremitas.
Dalam perjalanan waktu dengan semakin
matangnya trombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding
pembuluh darah. Sebagai akibatnya, resiko embolisasi menjadi lebih besar
pada fase-fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat terlepas
dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat membentuk
ujung yang panjang dan bebas selanjutnya dapat terlepas menjadi emboli yang menuju
sirkulasi paru-paru. Perluasan progresif juga meningkatkan derajat obstruksi
vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya,
patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu atau
direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik endogen.
Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan.
4.
FAKTOR RESIKO
Pasien
dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam yaitu:
-
Riwayat trombosis (stroke)
-
Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi
-
Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat
-
Luka bakar
-
Gagal jantung akut atau kronik
-
Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
-
Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.
-
Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen
-
Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya
trombosis
5.
GEJALA
KLINIS
Trombosis vena dalam (DVT) menyerang
pada pembuluh-pembuluh darah sistem vena dalam . Serangan awalnya disebut
trombosis vena dalam akut, adanya riwayat trombosis vena dalam akut merupakan
predisposisi terjadinya trombosis vena dalam berulang. Episode DVT dapat
menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-katup vena dalam.
Emboli paru adalah resiko yang cukup bermakna pada trombosis vena dalam. Kebanyakan trombosis
vena dalam berasal dari ekstremitas bawah, banyak yang sembuh spontan dan sebagian
lainnya menjadi parah dan luas hingga membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu
vena atau lebih, vena di daerah betis adalah vena-vena yang paling sering terserang. Trombosis pada vena
poplitea, femoralis superfisialis dan segmen-segmen vena iliofemoralis juga
sering terjadi.
Trombosis vena dalam (DVT) secara khas merupakan
masalah yang tidak terlihat karena biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli
paru dapat menjadi petunjuk klinis pertama dari trombosis. Pembentukan trombus
pada sistem vena dalam dapat tidak terlihat secara klinis karena kapasitas
system vena yang besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengitari obstruksi.
Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik dan
beratnya keadaan tidak ber hubungan langsung dengan luasnya penyakit. Gejala-gejala dari
trombosis vena dalam berhubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan
aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala termasuk nyeri, bengkak, hangat
dan kemerahan. Tanda yang paling dapat dipercaya adalah bengkak atau edema dari
ekstremitas yang bersangkutan. Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume
intravaskuler akibat bendungan darah vena, edema menunjukkan adanya perembesan
darah disepanjang membrane kapiler memasuki jaringan interstisial yang terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik. Vena permukaan dapat pula berdilatasi
karena obstruksi aliran ke sistem dalam atau sebaliknya aliran darah dari
sistem dalam ke permukaan. Meski biasanya hanya unilateral, tetapi obstruksi
pada iliofemoral dapat mengakibatkan pembengkakan bilateral.
Nyeri merupakan gejala yang paling umum,
biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit atau berdenyut dan bisa terasa berat.
Ketika berjalan bisa menimbulkan rasa nyeri yang bertambah. Nyeri tekan pada
ekstremitas yang terserang bisa dijumpai saat pemeriksaan fisik. Ada dua teknik
untuk menimbulkan nyeri tekan yakni dengan mendorsofleksikan kaki dan dengan mengembungkan
manset udara di sekitar ekstremitas yang dimaksud. Tanda lain adalah adanya peningkatan
turgor jaringan dengan pembengkakan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi vena superficial,
bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatan ekstraksi
oksigen dan penurunan hemoglobin. Gangguan sekunder pada arteri dapat terjadi
pada trombosis vena luas akibat kompresi atau spasme vaskuler, denyut arteri
menghilang dan timbul warna pucat.
6.
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa penderita DVT dengan
benar diperlukan pemeriksaan dan evaluasi pada penderita secara hati-hati dan
seksama, meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya faktor resiko
terjadinya trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan pada
gambaran klinis di depan. Namun karena keluhan dan gejala klinis penyakit vena
tidak spesifik dan sensitif untuk menegakkan diagnosa sebagai DVT maka perlu
ditambah dengan metode-metode evaluasi noninvasif maupun invasif. Tujuan dari
hal tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi obstruksi atau refluks
vena melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik.
Scarvelis
dan Wells tahun 2006 mengemukakan nilai probabilitas untuk penderita DVT yang
dikenal dengan Wells score, guna menunjang arah diagnosa. Adapun skor
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
NO
|
JENIS KRITERIA
|
NILAI
|
1.
|
Menderita
kanker aktif mendapat terapi 6 bulan terakhir atau perawatan paliatif
|
1
|
2.
|
Edema
tungkai bawah > 3cm (diukur 10 cm bawah tuberositas tibial, bandingkan
dengan sisi yang sehat)
|
1
|
3.
|
Didapatkan
kolateral vena permukaan (non varises)
|
1
|
4.
|
Pitting
edema
|
1
|
5.
|
Bengkak
seluruh tungkai
|
1
|
6.
|
Nyeri
disepanjang distribusi vena dalam
|
1
|
7.
|
Kelemahan,
kelumpuhan atau penggunaan casting
pada tungkai bawah
|
1
|
8.
|
Bedridden
> 3 hari atau 4 minggu pasca operasi besar dengan anastesi regional
|
1
|
9.
|
Penegakan
diagnosa alternatif
|
-2
|
Interpretasi skor dari Wells adalah jika
didapat minimal 2 point maka mengarah DVT dan disarankan dengan pemeriksaan
penunjang radiologis. Apabila skornya kurang dari 2 belum tentu DVT,
dipertimbangkan dengan pemer iksaan D-dimer untuk meniadakan diagnosa
DVT. Diagnosa trombosis vena dalam antara lain:
1.
Tes dari Homan (Homan’s test) yakni dengan melakukan dorsofleksi pada
kaki maka akan
didapatkan peningkatan rasa nyeri pada betis belakang. Nilai diagnostic pemeriksaan ini rendah
dan harus hati- hati karena bisa menjadi pemicu terlepasnya trombus.
2.
Tanda dari Pratt (Pratt’s
sign) dilakukan squeezing pada otot
betis maka akan timbul peningkatan rasa nyeri.
Setelah penderita dilakukan anamnesa dan
pemeriksaan klinis yang mengarah terjadinya DVT selanjutnya
dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya:
1.
Pemeriksaan D-Dimer
merupakan
tes darah yang digunakan sebagai tes penyaringan (screening) untuk menentukan
apakah ada bekuan darah. D-dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika
bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur larut atau terurai. Tes digunakan
sebagai indikator positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan
darah. Jika tes D-dimer positif, bukan berarti bahwa terjadi trombosis
vena dalam, karena banyak kasus-kasus lain mempunyai hasil positif (kehamilan,
infeksi, malignansi). Oleh sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan
sebagai sarana skrening.
2.
Doppler ultrasound
Teknik
Doppler dipakai untuk menentukan kecepatan aliran darah dan pola aliran dalam
sistem vena dalam dan permukaan. Pola aliran vena normal ditandai dengan peningkatan
alir an ekstremitas bawah selama ekspirasi dan menurun selama inspirasi. Pada
obstruksi vena variasi pernafasan fasik tersebut tidak tampak. Terdapat
sejumlah manuver yang dapat dipakai untuk membangkitkan pola aliran abnormal
seperti manuver valsava dan kompresi vena. Bila didapat katup vena yang
fungsinya tidak baik, saat dilakukan kompresi dengan manset pada tungkai akan
meningkatkan tekanan di distal yang berakibat timbulnya refluks. Pemakaian Doppler
memungkinkan penilaian kualitatif katup pada vena dalam, vena permukaan dan
vena penghubung, juga mendeteksi adanya obstruksi pada vena dalam maupun vena
permukaan. Pemer iksaan ini seder hana, tidak invasif tetapi memerlukan teknik
dan pengalaman yang baik untuk menjamin akurasinya.
3.
Duplex ultrasonic scanning
Pemakaian
alat ini untuk mendapatkan gambaran vena dengan teknik penggabungan informasi aliran darah
Doppler intravaskuler dengan gambaran ultrasonic morfologi vena. Dengan teknik ini
obstruksi vena dan refluks katup dapat dideteksi dan dilokalisasi.
4.
Pletismografi vena
Teknik
ini mendeteksi perubahan dalam volume darah vena di tungkai. Teknik pletismograf
yang umum mencakup:
1. Impedance
plethysmography yakni arus listrik lemah
ditransmisikan melalui ekstremitas dan tahanan atau resistensi dari arus
diukur. Karena darah adalah penghantar listrik yang baik tahanan akan turun
bila volume darah di ekstremitas meningkat sewaktu pengisian vena. Tahanan atau
impedansi diukur melalui elektroda-elektroda pada suatu sabuk yang dipasang
keliling pada anggota tubuh.
2. Strain gauge
plethysmography (SGP) yakni mendeteksi perubahan
dalam ketegangan mekanik pada elektroda yang menunjukkan adanya perubahan
volume darah.
3. Air plethysmography
adalah dengan mendeteksi perubahan volume melalui perubahan tekanan di dalam
suatu manset berisi udara yang melingkari anggota gerak, saat volume vena
bertambah maka tekanan di dalam manset akan bertambah pula.
4.
Photoplethysmography (PPG) adalah teknik baru yang bergantung pada
deteksi pantulan cahaya dari sinar infra mer ah yang ditransmisikan ke
sepanjang ekstremitas. Proporsi cahaya yang akan terpantulkembali ke transduser
tergantung pada volume darah vena dalam jaringan pembuluh darah kulit.
5.
Venografi merupakan teknik yang dianggap paling dipercaya untuk evaluasi dan
perluasan penyakit vena. Tetapi ada kelemahan mengingat sebagai tes invasif dibanding
noninvasif yakni lebih mahal, tidak nyaman bagi pender ita, resiko lebih besar.
7.
PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan penderita trombosis
vena dalam meliputi upaya pencegahan, pengobatan non invasif dan tindakan
pembedahan atau invasif.
1. Pencegahan
Pencegahan adalah upaya terapi terbaik
pada kasus trombosis vena dalam, terutama pada penderita yang memiliki
resiko tinggi. Peranan ahli rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada upaya ini
agar mereka yang berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami DVT. Ada beberapa program
rehabilitasi medik yang berfungsi untuk mencegah timbulnya trombosis vena pada
populasi resiko tinggi. Program-program tersebut adalah:
1.
Mobilisasi dini
Program
ini diberikan pada penderita beresiko timbul DVT oleh karena keadaan yang
mengakibatkan imobilisasi lama akibat kelumpuhan seperti penderita stroke,
cedera spinal cord, cedera otak, peradangan otak. Dengan melakukan
latihan pada tungkai secara aktif maupun pasif sedini mungkin aliran balik vena
ke jantung bisa membaik.
2.
Elevasi
Meninggikan
bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga lebih tinggi dari jantung
berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan juga memudahkan pengosongan
vena karena pengaruh gravitasi.
Gambar 2 : Elevasi Tungkai
3.
Kompresi
Pemberian
tekanan dari luar seperti pemakaian stocking, pembalut elastik ataupun
kompresi pneumatik eksternal dapat mengurangi stasis vena. Tetapi pemakaian stocking
dan pembalut elastik harus dikerjakan dengan hati-hati guna menghindari efek
torniket oleh karena pemakaian yang ceroboh.
4.
Latihan
Program
latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah akan sangat membantu
perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga mengurangi tekanan vena dengan
demikian dapat memperbaiki sirkulasi vena yang bermasalah dan beresiko
timbulnya DVT. Berikut beberapa contoh sederhana latihan yang bisa diberikan
pada kelompok resiko tinggi trombosis vena:
1.
Latihan dalam posisi berbaring:
a. Posisi berbaring miring dengan posisi
tungkai satu di atas dengan yang lain selanjutnya tungkai yang berada di atas
diangkat hingga 45 r dipertahankan sesaat kemudian kembali keposisi awal, latihan
dilakukan bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-masing 6 kali.
b. Posisi terlentang kedua tungkai bawah
lurus selanjutnya salah satu tungkai ditekuk dan ditarik kearah dada perlahan,
di dipertahankan 15 detik sebelum kembali ke posisi awal. Latihan bergantian
kanan dan kiri masing-masing 6 kali.
c. Posisi terlentang dengan pergelangan
kaki netral selanjutnya kaki diekstensikan
atau plantar fleksi dengan ujung jari
ditekankan ke bawah, pertahankan beberapa detik. Gerakan tersebut diulangi 6
kali per latihan.
2.
Latihan dalam posisi duduk:
a.
Lutut dipertahankan pada posisi fleksi selanjutnya diangkat keatas kearah dada
dan kembali diturunkan, demikian gerakan dilakukan berulang secara bergantian
antara sisi kiri dan kanan.
b.
Posisi sambil duduk kemudian lutut diekstensikan dan kembali keposisi semula,
dilakukan bergantian sisi kanan dan kiri.
c.
Posisi duduk dengan lengan di samping, selanjutnya tungkai bawah diangkat lurus
ke atas, pertahankan beberapa detik kemudian diturunkan. Gerakan diulang secara
bergantian masing-masing 6 kali.
d.
Tumit diangkat keduanya selanjutnya dilakukan gerakan melingkar atau rotasi
pada kedua kaki dengan arah putaran ber lawanan antara kiri dan kanan, gerakan
dilakukan selama 15 detik dilanjutkan dengan arah putaran sebaliknya.
e.
Melakukan gerakan pumping pada kedua kaki dengan menekan lantai pada
ujung jati kaki sementara tumit diangkat, dipertahankan 3 detik dan dilanjutkan
dengan tumit menekan lantai sementara ujung jari terangkat juga dipertahankan
selama 3 detik, demikian dilakukan berulang.
2. Pengobatan
Medikamentosa
Pada kasus DVT pemberian terapi
medikamentosa sangat bermanfaat untuk mencegah timbulnya komplikasi dan
progresifitas penyakit. Terapi yang diberikan meliputi pemberian antikoagulan,
trombolitik ataupun fibrinolitik dan anti agregasi trombosit. Antikoagulan
diberikan sebagai terapi utama memiliki dua sasaran, pertama bertujuan mencegah
terjadinya emboli paru, kedua berguna untuk membatasi area kerusakan dari
venanya. Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua
penderita dengan trombosis vena dalam di tungkai. Pemakaian antikoagulan
seperti heparin dalam jangka pendek yang efektif dan aman harus dipantau dengan
pemeriksaan waktu pembekuan dan pemeriksaan waktu protrombin, pemeriksaan
ini dilakukan tiap hari. Komplikasi perdar ahan biasanya tidak akan terjadi bila efektif
antikoagulan cepat tercapai dan dosis dapat segera ditentukan dengan cepat pula.
Terapi
trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik dengan tujuan agar terjadi
lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan menyebabkan plasminogen berubah
menjadi suatu enzim proteolitik aktif yaitu plasmin yang dapat menghancurkan
fibrin menjadi polipeptida yang dapat larut. Berbagai obat yang tersedia saat
ini seperti Streptokinase, Reteplase, Tenecteplase, masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi ini harus hati-hati terhadap
komplikasi perdarahn otak atau gastrointestinal terutama pada usia lanjut. Anti agregasi trombosit
merupakan salah satu pilihan terapi yang memiliki hasil terapi efektif dan aman. Karena
adesi dan agregasi trombosit adalah dasar dari pembentukan trombus hemostatik
primer dalam skema koagulasi, maka obat-obatan antitrombosit seperti aspirin
dipakai oleh beberapa ahli untuk menahan perkembangan trombosis.
3. Tindakan
Pembedahan
Tindakan bedah dilakukan apabila pada
upaya preventif dan pengobatan medikamentosa tidak berhasil serta
adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan tindakan bedah yang bisa dipertimbangkan
antara lain:
1.
Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat tanpa menyebabkan
kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan kemungkinan emboli paru. Ligasi
Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah terjadinya emboli paru, tapi
gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar dibanding dengan pemberian
antikoagulan dan trombolitik.
2.
Trombektomi dapat memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera
sebelum lewat 3 hari. Tujuan tindakan ini adalah mengurangi gejala pasca
flebitik, mempertahankan fungsi katup dan mencegah terjadinya komplikasi seperti
ulkus stasis dan emboli paru.
3.
Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma,
tindakan ini dipilih untuk
bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis. Tekniknya vena safena
diletakkan subkutan suprapubik kemudian disambungkan end-to-side dengan
vena femoralis kontralateral.
4.
Saphenopopliteal by pass dilakukan bila
rekanalisasi pada trombosis vena femoralis tidak ter jadi. Metoda
ini dengan menyambungkan vena safena secara end-to-side dengan vena poplitea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrews KL, Gamble GL, et al. Vascular Diseases. In: Delisa JA,
editor. Physical Medicine &
Rehabilitation Pr inciples and Practice, 4th Edition. Phyladelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; 2005. p. 787-806.
2. Kesteven P. Epidemiology of Venous Tr ombosis. In: Labropoulos N,
Stansby G, editors. Venous and Lymphatic Diseases. New York, NY 1001: Taylor
& Francis Group; 2006. p. 143-51.
3. Bhatti A, Labropoulos N. The Pathophysiology of Deep Venous Trombosis.
In:
Labr opoulos N, Stansby G,
editors. Venous and lymphatic diseases. New York, NY 10016: Taylor &
Francis Group; 2006. p. 131-6.
4. Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit Pembuluh Dar ah. In: Price SA,
Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Pr oses-proses Penyakit. 6 ed.
Jakar ta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002. p. 656-83.
5. Caggiati A. Venous and Lymphatic Anatomy. In: Labropoulos N, Stansby G,
editor s. Venous and Lymphatic Diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis
Group; 2006. p. 9-16.
6. Smith PDC. Physiology of the Veins and Lymphatics. In: Labropoulos N,
Stansby G, editors. Venous and Lymphatic Diseases. New York, NY 10016: Taylor
& Francis Group; 2006. p. 23-9.
7. Jusi D. Dasar -Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI; 2004. p. 228-45.
8. Malone PC, Agutter PS. The aetiology of deep venous trombosis. Q J Med.
[Review article]. 2006;99:581±93.
9. Rani AA, Soegondo, et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam I ndonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen I lmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas I ndonesia; 2006.
10. Leon L, Labropoulos N. Diagnosis of Deep Vein Trombosis. In:
Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous and lymphatic diseases. New York, NY
10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 113-6.
11. Scarvelis D, Wells PS. Diagnosis and treatment of deep-vein trombosis. Canadian Medical Association Journal [Review
article]. 2006 October 24, 2006:1087-92.
12. Palareti G, Cosmi B, et al. d-Dimer Testing to Determine the Duration of
Anticoagulation Therapy. The new england journal o f medicine. [original
article]. Oct 2006:1780-90.
13. Anonym. Simple Movements, Awareness and Safety. In: DVT TCtP, editor.
www.preventdvt.org2006.
Slots and Table Games at Borgata Hotel Casino & Spa
BalasHapusGet directions, reviews 충청북도 출장샵 and information for Slots 안성 출장안마 and Table Games at Borgata Hotel Casino & Spa in Atlantic 영주 출장마사지 City, 태백 출장샵 NJ. 경기도 출장샵